Senin, 17 Maret 2008

UU Harus Ada Parameter

Misi dan Visi Calon Presiden Harus Dapat Diukur
Senin, 17 Maret 2008 | 00:13 WIB

Jakarta, Kompas - Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden perlu mencantumkan ketentuan, misi dan visi yang diusung tiap-tiap pasangan calon harus dapat diukur. Dengan demikian, masyarakat memiliki parameter yang jelas ketika menilai pasangan calon, berikut kinerja mereka.

Demikian dikatakan guru besar ilmu politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Kacung Maridjan, Minggu (16/3), saat dihubungi dari Jakarta. Dalam RUU Pilpres yang kini dibahas DPR dan pemerintah, perlu dicantumkan, misi dan visi pasangan calon presiden dan wapres harus dapat diukur.

Ketentuan itu dibutuhkan karena sebagian besar misi dan visi peserta Pilpres 2004 dan pemilihan kepala daerah belakangan ini mengambang dan sulit diukur. ”Yang disampaikan umumnya hanya janji, seperti jika menang akan berusaha mengurangi kemiskinan. Namun, hampir tak pernah dijelaskan bagaimana cara mencapainya, berapa anggaran yang dibutuhkan, dan apa ukuran keberhasilannya. Akibatnya, saat orang itu berkuasa, janji itu sulit ditagih karena ukurannya tak jelas dan banyak alasan yang dapat disampaikan untuk menghindar,” papar Kacung.

Ketentuan bahwa misi dan visi yang disampaikan harus terukur, lanjut Kacung, juga akan memancing calon membuat janji dengan lebih terarah dan hati-hati. Sebab, meski mungkin tidak akan disampaikan dalam kampanye umum, janji yang terukur akan terlihat dalam kampanye terbatas atau dialog di media massa.

”Dari media massa atau kampanye terbatas ini, rakyat akan mengetahui dan mempelajari janji itu dan akhirnya menilai calon,” lanjutnya.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, keberadaan janji yang terukur juga dibutuhkan untuk membangun citra seorang calon, terutama terkait dengan kompetensinya.

”Ada tiga dasar seseorang menjatuhkan pilihan, yaitu kesamaan latar belakang, kepribadian, dan citra tentang kompetensi calon. Dari sejumlah survei dan penelitian, pilihan rakyat selama ini terutama cenderung berdasarkan citra kepribadian dan kompetensi. Latar belakang calon, seperti suku dan agama, ternyata kurang berpengaruh,” ujar Qodari.

Citra kepribadian ini misalnya meliputi kecerdasan, kewibawaan, dan kejujuran. Adapun citra tentang kompetensi dibangun dari hal-hal seperti memiliki program yang baik dan mampu menangani masalah bangsa.

Kemenangan Yudhoyono pada Pemilu 2004 atau Fauzi Bowo pada Pilkada DKI Jakarta 2007, menurut Qodari, ditentukan dari keunggulan dalam citra kepribadian dan kompetensi.

Koalisi permanen parpol

Dari Bandung, Jawa Barat, di sela-sela Pelantikan Pengurus Ikatan Keluarga Alumni Universitas Padjadjaran, Sabtu, anggota DPR Ferry Mursyidan Baldan menilai, menjelang Pemilu 2009, fokus politik sebaiknya diarahkan pada upaya membangun koalisi permanen partai politik sejak dini. Kondisi ini akan lebih menyehatkan bagi pemerintahan ke depan. Tanpa dukungan parlemen yang solid, tantangan pemerintahan bakal kian sulit.

”Kita jangan lagi hanya membangun koalisi yang bisa putus di tengah jalan. Ini tidak sehat bagi pemerintahan. Lebih baik jika kita memikirkan bersama kepentingan lima tahun ke depan. Koalisi yang bersifat lebih permanen akan tumbuh,” ujarnya.

Dalam konteks ini, pilpres belum bisa dibarengkan dengan pemilihan legislatif. (nwo/jon)

Tidak ada komentar: