Minggu, 09 Maret 2008

Kasus Urip Tri Gunawan, Pelajaran Berharga Para Penegak Hukum



 
Minggu, 9 Maret 2008 - 10:38 wib

Penangkapan terhadap jaksa Urip Tri Gunawan, telah membuka borok besar di tubuh Kejaksaan Agung, khususnya Korps Adhyaksa. Ditangkapnya jaksa ketua penyidikan kasus BLBI untuk BDNI Urip Tri Gunawan memunculkan desakan agar KPK mengambil alih penanganan kasus BLBI. KPK dinilai relatif lebih independen dan mendapat kepercayaan publik.

Pengamat hukum dari Universitas Indonesia (UI), Rudi Satrio, mengatakan terungkapnya perbuatan nakal Jaksa Urip Tri Gunawan jangan disia-siakan begitu saja. Kasus ini harus dimanfaatkan KPK sebagai pintu masuk untuk mengusut kasus BLBI yang telah dihentikan Kejaksaan Agung. KPK harus mengambil alih kasus itu kalau dilihat dari penanganannya mempunyai nilai koruptif. Dianalis lagi oleh KPK dan bisa dibuka lagi oleh KPK. Rudi menambahkan, pengambilalihan kasus BLBI itu oleh KPK sesuai dengan UU KPK No.30/2002. KPK dapat melakukan pengambilalihan kasus BLBI dengan syarat memberitahukan hal tersebut terlebih dahulu ke Jaksa Agung atau Kapolri.

Senada dengan Rudi Satrio, pengamat hukum dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Denny Indrayana meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Mengingat Kejaksaan Agung yang menangani kasus ini malah tersangkut kasus suap. Penanganan kasus BLBI oleh KPK itu sesuai dengan pasal 9 huruf D Undang-undang KPK.

Sementara, Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat, Haryono Umar mengemukakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa menangani kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) karena kasus tersebut muncul sebelum KPK terbentuk.

Penegakan hukum, khususnya untuk kasus BLBI merupakan ujian bagi para penegak hukum, karena kasus BLBI mempunyai dimensi yang luas. Namun demikian, penegakan hukum harus mendasarkan pada supremasi hukum yang terukur dalam arti penegakan hukum tetap memperhatikan pada sistem, jangan sampai penegakan hukum dilakukan dengan cara melanggar hukum. Karena berdasarkan Undang-Undang Nomer 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK tidak bisa menangani kasus yang muncul sebelum adanya KPK. Kasus BLBI muncul sebelum adanya KPK. KPK baru terbentuk pada akhir 2003, sedangkan kasus BLBI muncul sekitar tahun 1997.

Kasus tertangkapnya jaksa penyelidik kasus BLBI Urip Tri Gunawan atas dugaan penerimaan uang senilai 660 ribu dolar AS, diharapkan menjadi "shock teraphy" (terapi kejut) bagi para jaksa sehingga mereka takut menerima suap.

Jaksa merupakan profesi yang terhormat, oleh karenanya seorang jaksa yang terhormat semestinya sudah teruji moralitasnya. Hal itu tercermin dalam perilaku dan kehidupannya, kemudian dalam dia bertindak dalam profesinya. Dan yang terpenting dia bisa berbuat terbaik bagi bangsanya.

Jaksa bukan sebagai pelengkap dalam proses penegakan hukum. Dia harus bertanggung jawab sebagai organ yang harus menegakkan hukum dan bagaimana supremasi hukum berjalan dengan baik.

Sekarang ini, banyak jaksa yang masih jauh dari harapan yang didambakan masyarakat. Bagaimana membangun kepercayaan masyarakat dalam proses penegakan hukum? Para jaksa sebagai penegak hukum harus konsisten menegakan hukum dengan menerapkan hukum dengan baik. Sebagai penegak hukum harus memberi contoh menegakkan hukum yang baik, bukan sebaliknya, memberi contoh menegakkan hukum tapi melanggar hukum. Ini sangat fatal. Hal itu juga menyebabkan masyarakat bertanya terhadap penegakkan hukum.

Kiswoyo Gunawan
Jalan Raya Ciomas Nomor 24 Bogor, Jawa Bara

Tidak ada komentar: