Senin, 10 Maret 2008

Benahi Kejaksaan Sekarang Juga


Senin, 10 Maret 2008 | 00:36 WIB

Oleh Trimedya Panjaitan

Sinyalemen bahwa ”sapu-sapu kotor” masih berkeliaran di kejaksaan seolah mendapat konfirmasi. Pembenahan internal kejaksaan harus segera dilakukan.

Tertangkap tangannya jaksa Urip Tri Gunawan saat menerima uang sekitar Rp 6,1 miliar yang diduga terkait penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan tamparan keras bagi Gedung Bundar sekaligus mengguncang kantor Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

Peristiwa ini terjadi hanya tiga hari seusai Jampidsus Kemas Yahya Rahman mengumumkan penghentian pemeriksaan perkara dua obligor BLBI—Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan Bank Central Asia (BCA)— karena tidak ditemukan perbuatan melawan hukum yang mengarah tindak pidana korupsi.

Kelanjutan kasus BLBI

Kejaksaan secara terbuka harus menjelaskan alasan penghentian pemeriksaan kasus BDNI dan BCA. Juga harus dijelaskan alasan dibukanya kembali atau diarahkannya pemeriksaan pada kedua obligor itu dan bukan obligor lain sebab penentuan perkara BLBI yang ditangani akan memengaruhi hasil akhir.

Terkait BLBI, ada tiga tipe obligor: 1) kooperatif; 2) kooperatif tetapi belum melunasi kewajiban; 3) tidak kooperatif. Terhadap mereka, kejaksaan harus menentukan mana yang disasar lebih dulu, yakni yang berpeluang lebih besar untuk dibuktikan perbuatan melawan hukumnya.

Penjelasan secara terbuka diperlukan guna memastikan penanganan kasus BLBI benar-benar berdasar hukum dan tidak ada motif politik atau ekonomi. Jangan sampai sebuah perkara dibuka untuk dijadikan ”ATM”, seperti diduga pada penanganan kasus-kasus dugaan korupsi dana APBD, di mana banyak anggota DPRD mengaku dimintai uang oleh oknum kejaksaan jika perkaranya ingin dihentikan.

Evaluasi menyeluruh terhadap kasus-kasus BLBI harus dilakukan kejaksaan, disusul penentuan kelanjutan penanganan perkara. Pelaksanaannya perlu ekstra cermat dan hati-hati agar hasilnya tidak antiklimaks seperti sekarang. Untuk itu, pilih bukti-bukti yang kuat.

Pembersihan kejaksaan

Dalam berbagai kesempatan, termasuk raker dengan Komisi III DPR, Jaksa Agung menjelaskan program reformasi, termasuk pembenahan internal kejaksaan. Maka, untuk bisa memberantas korupsi, diperlukan jaksa berkualitas dan berintegritas.

Namun, tertangkap tangannya jaksa Urip menunjukkan pembenahan internal kejaksaan belum berjalan optimal sebab Urip sebenarnya termasuk jaksa pilihan, bagian dari 35 jaksa yang menangani kasus BLBI yang direkrut dari berbagai daerah. Menurut Jaksa Agung, para jaksa pilihan ini memiliki jejak rekam bagus, karakter kuat, dan memiliki sifat, kepribadian, dan tanggung jawab profesional dalam menegakkan rasa keadilan.

Kita patut khawatir bahwa ini hanya fenomena gunung es. Jika jaksa yang dianggap terbaik saja berperilaku seperti itu, lalu sebanyak apa jaksa-jaksa ”sapu kotor” yang masih berkeliaran di lembaga yang jadi ujung tombak pemberantasan korupsi ini?

Maka, program reformasi kejaksaan, khususnya pembenahan internal, perlu dievaluasi. Perlu dicari tahu, apakah pembenahan internal sudah berjalan seperti direncanakan. Hasil evaluasi itu lalu dijadikan titik start baru untuk membenahi internal secara menyeluruh terhadap sumber daya manusia kejaksaan, dari rekruitmen, pendidikan, dan pelatihan hingga sistem promosi, mutasi, dan demosi.

Pemeriksaan internal

Terhadap kasus jaksa Urip perlu dilakukan pemeriksaan internal, seperti janji Jaksa Agung. Pemeriksaan untuk mengetahui sejauh mana kasus suap ini terjadi, adakah jaksa atau petinggi Kejaksaan Agung terlibat.

Jika ada jaksa lain yang terlibat, siapa pun dia atau setinggi apa pun jabatannya, diharapkan Jaksa Agung bertindak tegas sesuai peraturan internal di kejaksaan. Tidak boleh ada upaya mengambinghitamkan jaksa tertentu untuk melindungi jaksa atau petinggi kejaksaan tertentu.

Terkait proses hukum terhadap jaksa Urip, kejaksaan diharapkan bersikap kooperatif dengan Komisi Pemberantasan Korupsi seperti ditunjukkan saat ini. Jika ada jaksa yang terlibat, kejaksaan tidak boleh mempersulit, justru harus memperlancar proses penyelidikan dan penyidikan sebab ini adalah momentum untuk membenahi atau membersihkan kejaksaan.

Trimedya Panjaitan Ketua Komisi III DPR; Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

Tidak ada komentar: