Sabtu, 15 Maret 2008

Konspirasi di Balik Penangkapan Urip?


Oleh Tjipta Lesmana

Dua tahun lalu Komisi Pemberantasan Korupsi menggerebek ruang kerja Ketua Mahkamah Agung. Beberapa anggota staf MA diciduk dan ditahan. Skandal suap di pengadilan tertinggi negeri ini segera terkuak.

Enam bulan lalu, seorang anggota Komisi Yudisial tertangkap basah oleh KPK di sebuah rumah di Kebayoran Baru. Ia sedang menerima miliaran rupiah dari penjual tanah yang akan dibeli KY. Anggota KY terlibat mark-up jual-beli tanah? Memalukan.

Pekan lalu, KPK membuat ”geger” lagi. Urip Tri Gunawan, Ketua Tim Penyelidik Kasus BLBI Kejaksaan Agung, tertangkap basah menerima uang Rp 6,1 miliar di rumah Sjamsul Nursalim. Sjamsul adalah taipan yang kasus BLBI-nya sedang diusut tim Kejaksaan Agung. Jaksa Agung Hendarman Supandji menangis saat kepada pers mengumumkan penangkapan anak buahnya. Ia malu, marah, sekaligus sedih.

Bobot berita penangkapan Urip tentu lebih besar daripada dua berita sebelumnya. Pertama, terkait skandal BLBI yang sudah menggantung hampir 10 tahun. Anehnya, dari satu rezim ke rezim lain, kasus BLBI tidak bisa diselesaikan. Apakah rezim-rezim pasca-Soeharto tidak berdaya menghadapi ”kaum konglomerat”?

Saat menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Hendarman Supandji bersumpah akan menuntaskan skandal ini. Siapa pun yang terindikasi terlibat akan ditindak tanpa pandang bulu. Maka, tidak lama setelah diangkat menjadi Jaksa Agung, ia membentuk Tim Penyelidik Kasus BLBI. Lebih dari 100 jaksa berprestasi dan berintegritas dari seluruh Indonesia direkrut. Setelah melalui seleksi ketat, ditetapkan 35 jaksa untuk duduk dalam tim itu. Urip diangkat sebagai salah satu ketua.

Setelah bekerja berbulan-bulan, Anthony Salim dan Sjamsul Nursalim tidak ditemukan cukup bukti melakukan korupsi dalam kasus BLBI. Seluruh jaksa anggota tim memberi suara sama, kasus pun dihentikan. Publik marah. Berbagai pihak mengecam Kejaksaan Agung.

Ada konspirasi?

Kedua, belum selang dua hari Jampidsus Kemas Yahya Rahman resmi mengumumkan bebasnya dua taipan itu pada 29 Februari 2008, Urip ditangkap.

Adakah konspirasi di balik penangkapan Urip? Konspirasi apa? Apa motivasinya?

Masih segar ingatan kita bagaimana reaksi publik saat Antasari Azhar dipastikan terpilih sebagai Ketua KPK. Semua mengecam. Semua menunjukkan keprihatinannya, KPK bakal mandul lalu dibubarkan jika dipimpin Antasari yang dikabarkan ”tidak bersih” dan pernah membebaskan Tommy Soeharto. Kini, semua sudah dibuktikan.

Konspirasi bisa juga dilakukan antara Kejaksaan Agung dan KPK berdasar prinsip ”sama-sama diuntungkan”. Hendarman Supandji diakui sebagai jaksa yang bersih. Namun, siapa pun tahu, di kantor Kejaksaan Agung bergentayangan banyak jaksa kotor. Maka, akan sulit sekali bagi Hendarman untuk membersihkan instansinya. Kasus Urip Tri Gunawan bisa memberi impetus bagi Hendarman—sekaligus dukungan publik, termasuk Presiden SBY—untuk melakukan ”pembersihan mematikan” di dalam.

Hendarman hari ini boleh berimpresi sedih. Namun, esok lusa ia akan diacungkan jempol karena keberaniannya membersihkan jaksa-jaksa kotor. Di sisi lain, KPK akan melambung namanya.

Informasi tentang permainan Urip—mungkin melebar ke Tim Penyelidik—bukan dari KPK, melainkan dari intern Kejaksaan Agung sendiri. Logikanya, sulit dipercaya KPK bisa bekerja superkilat dalam membongkar kasus suap yang betul-betul signifikan dalam skandal BLBI.

Kesimpulan

Ada dua kesimpulan, apa pun konspirasi dan motivasi di balik pencidukan Urip Tri Gunawan.

Pertama, citra penegak hukum di republik ini benar-benar nyaris hancur. Hal ini menambah kuat skeptisme publik tentang law-enforcement, khusus dalam upaya memerangi KKN.

Kedua, lorong penyelesaian skandal BLBI kini kian gelap. Perkara BLBI bakal tercatat sebagai perkara hukum paling kotor di negeri ini sekaligus paling sulit dibereskan semata-mata karena hampir semua pihak yang terkait rupanya sudah kena suap.

Tjipta Lesmana Mantan Anggota Komisi Konstitusi

Tidak ada komentar: