Selasa, 04 September 2007

Antara Sumbangan Batu Bata, Genteng Rumah dan Kue



Menjadi penegak hukum memang enak. Selain dihormati, kadang juga sering dibayari orang. Tak hanya itu, seringkali sumbangan-sumbangan mengalir ke mereka. Pengakuan ini diungkapkan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto. Ia secara terang-terangan mengaku menerima sumbangan batu bata dan genteng untuk membangun rumah saat ia menjabat Kapolres.

Di hadapan panitia seleksi calon pimpinan KPK saat menjalani seleksi wawancara terbuka di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (3/9), Bibit mengatakan, ia menerima sumbangan itu meski percaya orang yang memberi mungkin berniat berinvestasi pada dirinya. ''Saya hanya keluar Rp 26 juta untuk membangun rumah. Sisanya, ada saja orang yang beri. Karena saya Kapolres, ada orang yang nawarin, 'Bapak mau batu bata?', lalu ada yang datang bawa batu bata. Fondasi rumah saja belum selesai, sudah ada orang lagi yang bawa genteng,'' tuturnya lancar tanpa rasa sungkan.

Bibit mengatakan, ia menerima semua pemberian itu karena pihak pemberi sama sekali tidak ada kaitan perkara dengannya, meski menyadari pemberian itu mungkin dilandasi oleh niat tertentu. ''Saya akan berlaku seperti orang Samin, kalau ada yang beri saya terima, tetapi permintaannya saya tolak,'' ujarnya. Bibit yang berpangkat Mayjen Pol itu juga mengaku biaya kuliah S3 untuknya dibayari oleh Kapolri. Menurut dia, saat itu ia menerima uang Lebaran Rp 50 juta. ''Saya sudah tanya ke sesprinya ini uang haram atau halal. Kalau haram, biar saya bagi-bagi ke orang lain biar dosanya tidak ke saya sendiri. Tapi akhirnya saya pakai untuk sekolah,'' ujarnya.

Lain Bibit, lain Antasari Azhar. Mantan Kejati DKI yang juga mantan juru bicara Kejaksaan Agung ini justru membantah banyak tudingan miring terhadap dirinya. Dengan gaya tenang, Antasari mengatakan dirinya sudah kebal dan biasa dengan tudingan-tudingan miring tersebut. Dalam kesempatan itu Antasari berjanji jika dirinya menjadi pimpinan KPK, ia akan bersikap tegas terhadap aparat penegak hukum yang melanggar hukum dalam perbuatan korupsi.

Dalam paparannya di depan pansel calon pimpinan KPK, Antasari mengatakan UU No 3 Tahun 1971 lebih baik dari UU No 31 Tahun 1999 dalam hal pengembalian kerugian negara. Menurut dia, UU No 31 Tahun 1971 lebih tegas dalam mengupayakan pengembalian kerugian negara karena tidak dapat diganti dengan hukuman badan, tidak seperti yang diatur dalam UU No 31 Tahun 1999. ''Nanti dikhawatirkan koruptor lebih suka ditahan beberapa bulan lagi dibanding membayar kerugian negara. Padahal, pemberantasan korupsi juga dimaksudkan mengembalikan keuangan negara semaksimal mungkin,'' paparnya.

Sementara calon pimpinan KPK lainnya, Christianto Wibisono, mengatakan ia mungkin lebih cocok untuk mendaftar sebagai anggota Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Christian mengemukakan motivasinya untuk mendaftar sebagai calon pimpinan KPK adalah untuk pertobatan nasional. Ia menawarkan konsep melupakan dan memaafkan masa lalu, sehingga para koruptor dapat diberi amnesti. ''Tetapi, ke depannya tidak ada ampun lagi apabila sudah ada perbaikan. Sepertinya saya salah melamar ya, saya seharusnya masuk ke komisi rekonsiliasi,'' ujarnya.

Calon lainnya, Chandra M Hamzah, mengatakan, kegagalan KPK dalam masa kepemimpinan saat ini adalah belum bisa berperan lebih dari lembaga penegak hukum yang ada. ''KPK dibentuk karena penegak hukum yang ada sekarang ini dinilai belum mampu menangani perkara korupsi. KPK yang sekarang ini belum mampu menjalankan peran itu,'' ujarnya. Chandra yang berprofesi sebagai advokat dan memiliki kantor hukum sendiri itu mengaku tidak pernah terlibat praktik mafia peradilan.

Calon pimpinan KPK, Daniel Pangaribuan, yang telah 20 tahun berkarir sebagai auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), mengaku sering menerima uang transport dari institusi obyek pemeriksaan apabila kantornya tidak menyediakan uang transport. ''Tetapi itu jumlahnya kecil,'' ujarnya. Menurut dia, penerimaan uang itu tidak masalah selama tidak mengganggu obyektivitas pemeriksaan. ant/one

Tidak ada komentar: