Sabtu, 23 Februari 2008

Putusan MK Hambat Pendidikan


Anggaran Pendidikan Bersifat Semu
Sabtu, 23 Februari 2008 | 02:07 WIB

Jakarta, Kompas - Keputusan Mahkamah Konstitusi yang berujung dimasukkannya gaji pendidik ke dalam perhitungan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN berdampak buruk terhadap pembangunan pendidikan. Anggaran tersebut terkesan semu karena sebagian besar terserap untuk biaya rutin.

Demikian terungkap dalam jumpa pers yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW), Koalisi Pendidikan, dan Koalisi Pemantau Peradilan, Jumat (22/2). Pada hari yang sama, unsur aktivis pendidikan yang tergabung dalam Education Forum juga menyatakan kekecewaaan mereka terhadap putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.

Ade Irawan dari Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW mengatakan, keputusan Mahkamah Konstitusi dirasa tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Pada kesempatan tersebut, pemerintah juga didesak untuk mengabaikan keputusan itu dan dalam APBN selanjutnya dianggarkan biaya pendidikan untuk program-program di luar gaji guru sebesar 20 persen.

Peneliti Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Febri Diansyah, mengatakan, dengan dihapuskannya frasa ”gaji pendidik dan”, maka Pasal 49 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berbunyi: Dana pendidikan selain biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD.

”Melihat isi ayat tersebut pascaputusan Mahkamah Konstitusi, sebetulnya tidak ada larangan bagi pemerintah untuk menghitung anggaran pendidikan di luar gaji guru,” ujarnya.

Direktur Institute for Education Reform Universitas Paramadina Utomo Dananjaya berpandangan, keengganan pemerintah membiayai pendidikan yang menjadi hak rakyat sudah terlihat sejak lama. Sangat sulit membayangkan pemerintah akan memprioritaskan kenaikan anggaran pendidikan pascaputusan itu.

Dalam kesempatan yang sama, pengajar di Universitas Negeri Jakarta dan juga anggota Education Forum, Susi Fitri, mengatakan, gaji pendidik yang dimaksud ayat tersebut adalah termasuk pendidik berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Padahal, gaji PNS sudah diatur secara khusus dalam Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil.

”Keputusan ini juga memperbesar diskriminasi karena pendidik yang diperhitungkan dalam APBN itu ialah hanya pendidik berstatus PNS. Dengan dimasukannya unsur gaji pendidik sebagai bagian perhitungan anggaran pendidikan, seharusnya pendidik non-PNS juga dibayar oleh APBN,” ujarnya. (INE)

Tidak ada komentar: